Bagaimana jadinya jika
jauh di bawah tanah yang kita injak ini ternyata terdapat rongga yang sangat
besar, bahkan saking besarnya rongga itu memiliki laut, pulau dan bahkan iklim
sendiri! Sebuah teori yang terdengar gila buka? Tapi yang lebih gila lagi adalah
kenyataan bahwa teori ini muncul dari seorang penulis yang menerbitkan karyanya
pada tahun 1864. Dia adalah Jules Verne, seorang penulis berkebangsaan Perancis
yang dikenal sebagai perintis genre Fiksi Ilmiah (Sci-Fi). Memang kebanyakan karya beliau bertema fiksi ilmiah yang
dianggap mendahului masanya. Selain Journey to The Center of The Earth
karya-karya terkenal lainnya seperti Twenty Thousand League Under the Sea,
Around The World in Eighty Days, dan From The Earth to The Moon juga bergenre
fiksi ilmiah. Membayangkan tahun terbitnya karya-karya beliau pada pertengahan
tahun 1800an pasti akan membuat kita terheran-heran dengan betapa liarnya
imajinasi sang penulis. Lalu bagaimana kisah petualangan ke dalam perut bumi
ini? Saya akan membahasnya dalam artikel singkat ini.Cerita dimulai ketika
professor Hardwigg menemukan sebuah manuskrip yang berisi sebuah kode, didalam
kode itu terdapat petunjuk mengenai jalan yang pernah dipakai seorang
penjelajah untuk pergi ke perut bumi. Dibantu oleh keponakannya Harry, professor Hardwigg berhasil menemukan lokasi dimana
jalan itu berada. Kefanatikan professor Hardwigg tentang ilmu bebatuan
mendorongnya untuk melakukan ekpedisi untuk menelusuri catatan peniggalan seorang
petualang yang digadang-gadang telah berpetualang hingga kedalam perut bumi. Bagi
professor Hardwigg,ini merupakan kesempatan emas baginya untuk memberikan
kontribusi dalam ilmu pengetahuan umat manusia. Kemudian setelah menemukan seorang
pemandu bernama Hans, professor Hardwigg
dan keponakannya memulai sebuah ekpedisi paling fenomenal pada zaman itu. Meskipun
sempat mengalami beberapa kendala karena kesalahan perhitungan dan jalur yang
penuh dengan hal-hal tak terduga tetaptak menyurutkan tekad professor Hardwigg
untuk menjelajahi perut bumi. Namun keadaan baik itu tak bertahan lama, semakin
banyak kendala yang menghadang bahkan sempat membuat sang professor terpisahd
dengan keponakannya, dalam kekalutan, professor Hardwigg mulai merenungkan
antara melanjutkan ekpedisinya atau menyelamatkan keponakannya.
Banyak hal tak terduga
yang ditemui oleh kelompok ekspedisi professor Hardwigg dalam menjalankan
misinya kali ini. Berkali-kali saya dibuat takjub dengan bagaimana si penulis menggambarkan
secata detail tentang hal-hal yang ditemui oleh kelompok ekpedisi tersebut.
ketiga karakter utama dalam novel dijelaskan dengan begitu baik, karakter yang
unik dengan sifat yang berbeda-beda, mulai dari professor Hardwigg yang begitu
cerdas dan ambisius, keponakannya Harry yang sangat skeptis namun antusias terhadap
ilmu pengetahuan, serta pemandu mereka yang begitu tangguh dan bijaksana. Perpaduan
ketiga orang dalam kelompok ini mampu memunculkam cerita yang berwarna dan
penuh emosi.
Novel ini termasuk
dalam salah satu novel klasik yang menurut saya susah dicari, apalagi versi
terjemahan Indonesianya. Namun jika anda tidak masalah dengan versi inggrisnya
anda mungkin bisa mendapatkannya di Gramedia dengan kategori English Classic. Untuk terjemahan versi English
di Gramedia tergolong mudah dipahami meskipun ada beberapa istilah ilmiah dan
peralatan sains yang tidak ada versi Indonesianya bahkan ketika ditelusuri di
internet, saya rasa buku ini cocok untuk anda yang mulai membaca karya literasi
berbahasa Inggris meskipun ada beberepa istilah sains. Diawal cerita plot yang
digunakan terasa lambat dan sedikit membosankan dan baru akan menjadi seru saat
ketika professor Hardwigg dan kelompoknya memulai ekpedisi. Keseluruhan ceritanya
sangat bagus dan ditutup dengan ending yang menjelaskan misteri yang mereka
alami di dalam perut bumi, meskipun begitu tetap ada beberapa plot hole yang menurut saya sengaja
ditinggalkan oleh sang penulis agar membuat pembaca ikut berteori tentang
misteri yang tertinggal tersebut.
Komentar
Posting Komentar