review novel Kubah – Ahmad Tohari
Ahmad Tohari kembali
mengangkat konflik politik yang pernah menggegerkan Indonesia tahun 1965. Mengambil
sudut pandang seorang eks tapol yang berusaha mengembalikan nama baiknya
setelah menjadi tahanan selama lebih dari 10 tahun di sebuah pulau B. sama
seperti kebanyakan karya Ahmad Tohari yang dekat dengan rakyat kecil dan kaum
pinggiran, latar belakang kehidupan sang tokoh utama ini juga tak lepas dari
kehidupan rakyat jelata dan kaum papa. Seperti pada karya-karya Ahmad Tohari
yang lain, kita akan dibuat merasakan keahlian sang penulis dalam mempermainkan
emosi pembaca melalui kisah tokoh utama dalam novel ini.
Cerita dalam novel ini
akan berfokus kepada Karman, seorang bekas tahanan politik pulau B yang baru
dibebaskan. Merasa asing dan bingung dengan kadaan diluar rumah tahanan, Karman
menjadi sangsi untuk kembali ke kampung halamannya. Ada rasa malu dan perasaan
bersalah jika dia kembali begitu saja ke kampung halamannya. Pada akhirnya Karman,
tetap kembali ke kampung halamannya setelah mengunjungi saudaranya, meskipun
dengan berat hati dan rasa ragu yang mengganjal di hati Karman, namun dengan tekad
untuk memperbaiki nama baiknya Karman memilih untuk kembali. Setelah itu cerita
akan mundur mengisahkan masa kecil Karman yang miskin dan penuh dengan segala
keterbatasan. Masa kecil Karman tak lepas dari kerja keras dan kerja kasar yang
dilakukannya di ladang milik haji Bakir, orang terkaya didesanya. Selain menjadi
buruh pekerja kasar, Karman juga memiliki tugas sebagai pengasuh anak bungsu
haji Bakir. Siapa sangka Karman tumbuh menjadi pemuda yang cerdas karena kerja
keras dan ketekunannya. Sayangnya potensi Karman ini pertama kali diketahui
oleh seorang anggota partai komunis, dengan bujuk rayu dari orang inilah Karman
kemudian ikut menjadi bagian dari partai tersebut, sebuah langkah yang kemudian
membuat hidupnya terombang-ambing dan terseret dalam kemelut politik pada masa
itu. Cerita ini kemudian ditutup dengan kerelaan Karman yang mempersembahkan
jasanya untuk warga di kampong halamannya untuk menebus kesalahannya dimasa lalu.
Ahmad Tohari memang
ahlinya dalam menyuguhkan cerita yang menguras emosi pembaca. Tak terkecuali cerita
dalam novel ini, meskipun begitu, tak seperti karya-karyanya yang lain, kisah
yang dibawakan Ahmad Tohari dalam novelnya kali ini terasa begitu mengalir sehingga
dapat dinikmati tanpa rasa iba yang berlebihan pada tokoh utama seperti pada novel
Ronggeng Dukuh Paruk atau Bekisar Merah. Ceritanya pun diakhiri dengan hangat
oleh sang penulis, membuat seluruh cerita dan kesedihan yang dialami oleng
tokoh utama seolah terbayar lunas. Bagi saya ini adalah novel yang luar biasa,
banyak pelajaran yang dapat diambil, banyak juga pesan yang disampaikan oleh
penulis dalam cerita ini. Buku yang bagus, saya rasa anda juga harus membacanya!!
J
Komentar
Posting Komentar