Langsung ke konten utama

Review Rahvayana - Sujiwo Tejo

Rahvayana - Sujiwo Tejo
Satu hal yang membuat saya tertarik kepada buku ini adalah kata pengantar yang terdapat di bagian belakang buku (saya kurang tahu apa istilahnya), disana dikatakan bahwa jiwa rahwana terus hidup sebagai gelembung-gelembung atau jisim yang bertebaran, dan siapapun bisa dihinggapi gelembung sehingga tertarik untuk menulis kisah tentang rahwana atau hanya sekedar sebagai pembaca dari buku ini yang berkisah tentang rahwana. Mungkin saja saya telah dihinggapi oleh gelembung itu beberapa kali, yaitu kali pertama melihat buku ini, kemudian kali kedua ketika saya membeli dan kemudian membacanya, lalu kali ketiga ketika saya menulis tentang buku ini serta tentang rahwana yang menjadi tokoh utama dalam buku rahvayana ini. Menyenangkan bagi saya membayangkan seakan menjadi salah satu bagian dari sebuah kisah yang sangat terkenal, yah meakipun hanya sebagai pembaca. Setidaknya saya pernah tau ada sebuah kisah yang sangat menakjubkan dan saya menjadi salah satu generasi yang pernah mendengarkan kisah itu. 

Setelah berkali-kali saya dihinggapi oleh gelembung-gelembung jisim rahwama, akhirnya saya putuskan untuk menulis tentang buku ini. Tentu saja semua yang saya tulis disini hanyalah merupakan pendapat saya yang entah sedang dihinggapi oleh gelembung jisim rahwana atau tidak, saya tidak tahu ini hanya pendapat saya, hanya pendapat saja....

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Rahwana merupakan raja Alengka, seorang rakshasa yang berperan jahat pada beberapa kisah. Namun kita tak akan menemukan sifat antagonisnya prabhu Dasamuka dalam novel ini, sebaliknya kita akan dikenalkan dengan sosok yang lemah lembut dan menjunjung tinggi harga diri, sosok penyayang dengan rasa cintanya yang meluap-luap kepada dewi Sinta. Banyak hal yang dilakukan Rahwana untuk menggapai cinta dewi Sinta mulai dari menulis surat kepada dewi Sinta, meskipun tak pernah dibalas, hingga mengejarnya hingga sampai bali bahkan singapura dan dubai. Dan bahkan dalam cerita ini dewi Sinta pun seperti punya rasa pada Rahwana, sehingga semua yang dilakukan Rahwana tak sia-sia. Menarik memang membaca dan membayangkan tokoh pewayangan seperti Rahwana dan dewi Sinta hidup dizaman modern seperti saat ini, hal ini membuat saya sebagai pembaca seolah dekat dengan sosok Rahwana. 

Pada halaman-halaman terakhir buku ini terdapat barcode yang dapat kita akses untuk memutar beberapa lagu karya penulis, sehingga kita dapat menikmati membaca buku ini dengan ditemani oleh lagu yang sesuai dengan isi cerita. Jujur saya sangat menikmati alur cerita yang disajikan penulis dalam buku ini, meskipun ada beberapa hal yang kirang saya mengerti dan harus beberapa kali membacanya lagi untuk memastikan maksudnya. Buku ini cocok dibaca disaat santai, anda dapat membacanya ketika sedang beristirahat atau waktu-waktu longgar lain. 

Jember, 25 Oktober 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] The Black Cat and other stories - Edgar Allan Poe

The Black Cat and Other Stories – Edgar Allan Poe Edgar Allan Poe merupakan soerang penulis berkebangsaan Amerika, dengan prestasinya dalam kisah horor dan kisah detektif membuatnya dijuluki sebagai bapak dari penulis kisah misteri. “Poe bukan sekedar penulis kisah misteri atau suspense. Dialah perintis genre itu” (Stephen King). Ya memang begitu pandangan para penulis dunia bergenre misteri, cerita-cerita horor karangan Edgar Allan Poe memang sangat digemari oleh para pembaca pada masanya, bahkan hingga saat ini para penggemar cerita karangan Poe juga sangat banyak. Jadi untuk para pecinta genre misteri dan fiksi detektif saya kali ini akan merekomendasikan kepada anda sebuah novel yang berisi kisah karangan Edgar Allan Poe yaitu novel “The Black Cat and Other Stories”. Buku ini berisi 13 cerita asli karangan Edgar Allan Poe yang telah diterjemahkan dan dicetak ulang oleh penerbit Noura Books. Sebenarnya daripada disebut novel buku ini lebih cocok jika disebut sebagai kumpu

Buku untuk Dibaca – Erick Namara

Mungkin semua orang sudah mengetahui bahwa fungsi buku bacaan adala untuk dibaca, namun tentunya hal itu akan terdengar agak aneh bila kata-kata “Buku untuk Dibaca” digunakan sebagai judul sebuah buku. Menarik! Itulah hal pertama yang ada dipikran saya ketika saya menemukan buku tersebut di sebuah toko buku, sampul buku berwarna emas semakin membuat saya penasaran buku apa sebenarnya itu. Akhirnya setelah berkeliling mencari novel bergenre misteri dan kisah detektif kesukaan saya, akhirnya saya mengalah dan menuruti rasa penasaran saya dan masuklah buku berjudul “Buku untuk Dibaca” kedalam keranjang belanjaan. Saya sempat “mengabaikan” buku tersebut karena terlalu asyik menikmati kisah-kisah baru dari novel yang saya beli hingga akhirnya saya merasa jenuh (mungkin karena alur dari novel misteri yang menguras tenaga), kemudian barulah “Buku untuk Dibaca” tersebut terlirik oleh pandangan saya. Saya pun mulai mebacanya, buku ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu love, life and hope, dise

Review Journey to The Center of The Earth – Jules Verne

B agaimana jadinya jika jauh di bawah tanah yang kita injak ini ternyata terdapat rongga yang sangat besar, bahkan saking besarnya rongga itu memiliki laut, pulau dan bahkan iklim sendiri! Sebuah teori yang terdengar gila buka? Tapi yang lebih gila lagi adalah kenyataan bahwa teori ini muncul dari seorang penulis yang menerbitkan karyanya pada tahun 1864. Dia adalah Jules Verne, seorang penulis berkebangsaan Perancis yang dikenal sebagai perintis genre Fiksi Ilmiah ( Sci-Fi). Memang kebanyakan karya beliau bertema fiksi ilmiah yang dianggap mendahului masanya. Selain Journey to The Center of The Earth karya-karya terkenal lainnya seperti Twenty Thousand League Under the Sea, Around The World in Eighty Days, dan From The Earth to The Moon juga bergenre fiksi ilmiah. Membayangkan tahun terbitnya karya-karya beliau pada pertengahan tahun 1800an pasti akan membuat kita terheran-heran dengan betapa liarnya imajinasi sang penulis. Lalu bagaimana kisah petualangan ke dalam perut bumi ini? Say