Langsung ke konten utama

Cerpen Jangan Menggali Terlalu Dalam

Jangan Menggali Terlalu Dalam

Sudah seminggu ini sedang ramai pembicaraan dengan topik pembunuh berantai di desaku. Topik ini muncul stelah ditemukannya tiga mayat ditempat acak jiga dalam seminggu ini. Hal ini membuat para orang tua khawatir dengan anak mereka, begitupun orang tuaku.
"Yah, hari ini gabisa main sampek sore dong" kataku kepada kedua teman sebayaku andri dan siba
"Iyanih, payah... Padahal minggu kemaren masih bisa main bola sampek petang" andri menimpali dengan nada kesal
Siba yang kelihatan tidak tertarik dengan pembicaraan kami beranjak, kemudian menata lagi tiga batang kayu yang sejak tadi kita pakai untuk menentukan siapa yang menjadi penjaga dalam permainan petak umpet kami.
"Mau lanjut main gak nih?" katanya, setelah selesai menata batang kayu tersebut menjadi bentuk piramida.
"Oke, satu kali aja yah, udah sore nih..." kata andri
Kamipun mulai berbaris di belakang batang kayu piramida yang disusun oleh siba. Dan melemparkan tongkat-tongkat kayu kami sejauh yang kami bisa. Aturannya sederhana, yang lemparannya paling dekat dengan batang kayu piramida buatan siba dia yang kalah dan akan menjadi penjaga, semantara anak yang lain akan bersembunyi. Selain menjadi penjaga anak yang kalah juga harus melindungi batang kayu piramida agar tidak roboh, sedangkan anak yang bersembunyi harus bisa merobohkan piramidanya. Permainan akan selesai jika penjaga menemukan semua anak yang bersembunyi, atau piramida kayu bisa dirobohkan. Tentu saja sang penjaga tak boleh selalu berada didekat piramidanya.
"Aaahh, sial aku jaga lagi" ucap andri masih menggerutu
"Hahaha, bukan harimu ini dri" jawab siba dengan tertawa
"Cepet sana mulai berhitung, udah makin sore ini"
"Iya, iya, bawel" jawab andri yang semakin kesal dengan kata-kataku
Andri mulai menutup matanya dan berhitung, aku dan siba pun segera bergerak mencari tempat persembunyian.
Tempat kami bermain adalah sebuah lapangan yang tak begitu luas, mungkin hanya seluas setengah lapangan sepak bola. Dibagian selatan ada jalan desa dan diseberang jalan itu ada balai dusun yang biasa menjadi tempat imunisasi balita pada hari minggu pagi. Di sebelah barat lapangan terdapat kebun pinus yang lebat milik salah seorang warga, meskipun kebun pinus itu tidak terlalu luas namun tetap terlihat gelap dari luar karena banyaknya pohon pinus yang ditanam dibub tersebut. 
Aku bersembunyi dikebun tersebut, karena setahuku andri adalah seorang anak yang penakut. Lagipula tak mungkin dia berani mencariku disini setelah kuceritakan bahwa pembunuh berantai yang sedang jadi topik hangat didesa memiliki tempat persembunyian di kebun ini.
"Gak mungkin dia berani kesini, dia kan penakut" kataku dalam hati, meskipun aku sedikit menyesal telah membohonginya. 
Terakhir kulihat siba berlari menuju ke arah timur, di bagian sana terdapat ilalang setinggi pinggang orang dewasa dan setelah itu ada bangunan rumah tua yang sudah lama tidak dihuni.
"Ah, siba kejauhan sembunyinya" batinku "biar dia saja yang jadi umpan, akan kurobohkan piramidanya waktu andri mencari siba".
Benar saja, tiba-tiba siba berdiri diantara ilalang itu dengan membelakangi andri. Andri yang melihat itu segera menunjuk siba sambil meneriakkan namanya.
"Siba, di halaman rumah tua!!" teriak andri sambil menuliskan angka satu diantara piramida.
"Goblok, kenapa malah berdiri sih si siba" gumamku kesal.
Namun ada yang aneh dengan sikap siba, dia tak berpaling kearah andri. Siba seolah sedang meliha sesuatu yang sangat hebat sampai dia tak bisa bergerak. Tak lama kemudia badan siba mulai gemetar kemudian dia mundur berlahan-lahan.
"Siba!!! Woyyy, cepet siniii!!? Udah ketauan kamu" teriak andri lagi 
Pemain yang sudah dutemukan harus menunggu didekat piramida kayu, sebagai tawanan. Siba menoleh berlahan, terlihat jelas wajah ketakutannya. Kemudian tiba-tiba dia berteriak. Aku dan andri panik kemudian lari ke arah siba.
"Kenapa kamu!!?" tanya andri panik
"Iya ngapain sampek teriak segala?" kataku yang tak kalah panik
Kemudian dengan terbata-bata siba berkata,
"Ta, ta, tangan"
"Tangan?? Tangan apa?? Kenapa tanganmu??" kata andri sambil memeriksa tangan siba "Asu, tanganmu berdarah ba!!! Habis kenak apa kamu!!??"
Aku baru sadar bahwa tangan siba sudah belepotan darah, darah yang banyak sekali.
"Iya cuk!! Kenapa kamu, kenak beling tah!!?" kataku sambil menuntun siba menuju lapangan. Namun belum sampai di lapangan siba menjawab pertanyaanku dengan gemetar
"Bu, bukan... da, darah ku nek..." katanya agak tergagap, "hah!!? Terus darah siapa!!??" tanyaku lagi.
Tubuh siba semakin gemetaran, kemudian dia berbalik dan menunjuk kearah ilalang tempat tadi dia bersembunyi.
"A, a, ada ma, ma, ma..." 
"Ma ma apa!? Mamamu??" andri sudab jengkel, memang kegagapan siba sering kambuh kalau dia ketakutan atau panik.
"Bukan dri, ada ma, ma, mayat dri" kata siba dengan susah payah menyelesaikan kalimatnya.
"Jangan ngaco kamu, mana ada mayat disini!!!" bentak andri yang semakin jengkel entah karena apa.
Aku kemudian berinisiatif untuk memeriksanya, dan benar jika diperhatikan dengan seksama ada bekas tetesan darah diantara daun-daun ilalang yang berada agak ditengah halaman itu. Kuberanikan diri untuk masuk dan melihatnya. Dan benar disana terdapat mayat laki-laki, belum terlalu tua menurutku, mungkin hanya beda beberapa tahun denganku. Mayatnya tengkurap dengan tangan kanan berada disamping kepalanya seolang ingin meraih sesuatu. Sedangkan tangan kirinya hanya sepanjang siku.
"Iya cukk!!! Bener ada mayat disini" kataku kepada andri.
"Jancuk!! Cepat panggil bapak-bapak yang main voli itu nek" perintah andri kepadaku.
Aku segera berlari menuju lapangan voli yang ada dibagian barat kebun pinus. Sore itu ditutup dengan kegemparan baru didesa kami. Kasus pembunuhan berantai itu masih berlanjut!!!!
---
Keesokan harinya ketika disekolah, seperti biasa aku dan teman-temanku nongkrong di depan kelas andri. Meskipun aku adalah anak baru di sekolah ini, karena aku baru satu semester ada disekolah ini, namun aku sudah bisa memiliki teman akrab, mungkin karena didesa anak-anaknya lebih ramah daripada dikota sehingga aku cepat akrab dengan mereka dan sekarang aku sudah masuk ke kelompok andri. Kelompok ini terdiri dari lima orang yaitu aku, andri, siba, keysha, dan lulu. Karena siba tidak masuk sekolah hari ini, geng kami berkurang satu orang. Andri membuka obrolan kami pada siang itu.
"Ngeri anjirr, kemaren si siba nemuin mayat"
"Ehh, seriusan!!! Jadi berita semalem itu beneran!!?" keysha agak terkejut dengan kata-kata andri
"Yaa seriusanlah, aku juga liat sendiri kemaren mayatnya" kataku menimpali,
"Gendeng!! Tenang sekali anda, seolah tidak terjadi apa-apa" lulu tak kalah terkejut dari keysha gara-gara sikap tenangku
"Yaa kan itu mayat, emang aku harus bereaksi gimana?"
"Emang kamu gak ngeri nek? Ini sudah pembunuhan keempat kalo diitung dari minggu kemaren" 
"Tenang aja ndri, kita gak bakal jadi sasaran pembunuhnya kok"
"Tau dari mana kamu nek, kita kan gatau apa isi fikiran si pembunuh itu" kata keysha yang sudah tenang dari keterkejutannya tadi
"Iya sotoy nih nonek" lulu menimpali perkataan keysha
"Hahaha, dia kan emang sotoy sejak awal kita kenal" andri tertawa, 
Aku hanya terdiam tak ingin menanggapi candaan andri. Setelah itu pembicaraan berlanjut tentang rencana kita untuk mengunjungi siba sepulang sekolah dan hal-hal tidak penting lain hingga bel istirahat berbunyi.
Sepulang sekolah aku langsung pulang menuju rumah pamanku, aku tidak ikut menjenguk siba karena ada hal yang harus aku pastikan dirumah paman. Rumah itu bukanlah rumah yang besar dan mewah, hanya rumah kecil yang sederhana. Hanya terdapat dua kamar dirumah itu, satu kamar ditempati oleh paman dan bibiku sedangkan kamar lain ditempati olehku. Aku sekarang hidup dengan paman dan bibiku, setelah polisi tak mampu menemukan kedua orang tuaku. Untung saja mereka tak membawa anjing pelacak ketika datang menyelidiki rumahku.
Paman dan bibiku masih ada dikamarnya ketika aku tiba dirumah sore itu. Paman menatapku dengan tatapan benci, dia seperti ingin mengatakan sesuatu kepadaku, tapi entah mengapa suaranya tak bisa kudengar bahkan ketika aku mendekatkan telingaku kemulutnya. Disebelah paman ada bibi yang sedang tidur, entah mengapa setelah melihat bibi yang tertidur, paman memberontak sekuat tenaganya sambil seolah-olah berteriak-teriak. Aku hanya berdiri didepan mereka dan berusaha memahami apa yang sedang dikatakan oleh pamanku, tapi paman semakin berontak. Untung saja aku mengikatnya dengan benar kali ini.
Tak lama kemudian paman yang sudah mulai tenang ikut tertidur juga. Aku mulai mendekatinya dan setelah dekat dengan wajahnya...
"Aahh, mungkin paman capek... Kita bertiga kan udah main semaleman" kataku, namun paman sepertinya sudah tertidur dengan pulas
Aku kemudian bergegas ke halaman belakang dan mengambil peralatan seperti sekop dan cangkul. Halaman belakang rumah paman memang tak terlalu luas, hanya ada halaman sepanjang kurang lebih enam meter dengan lebar selebar rumah paman. Di pojok kanan halaman belakang terdapat kandang ayam. Paman dan bibi memang senang memelihara ayam, ada sekita 8 sampai 10 ekor ayam yang mereka pelihara. Ada pagar baru yang mengelilingi halaman belakang paman, paman baru selesai membuatnya beberapa hari yang lalu. Paman membuat pagar itu karena ada undang-undang baru yang mengatur tentang unggas peliharaan, paman takut jika melanggar dan dikenai denda yang cukup banyak, sepuluh juta.
"Yaa, kalau paman punya uang sebanyak itu lee, paman sudah gak tinggal dirumah sempit ini lagi" katanya waktu itu ketika aku membantunya membuat pagar.
"Ah, benar juga aku harus segera menggali, sebelum hari semakin petang." lamunanku terhenti karena teringa ada hal yang harus kulakukan. Aku pun mulai mengumpulkan barang-barang yang diperlukan untuk menggali. Setelah semua barang-barang itu siap, aku segera menggali disamping kandang ayam yang ada di halaman belakang rumah pamanku.Hari sudah berganti malam, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Sepertinya aku terlalu lama membuat lubang galian itu, namun apa mau dikata membuat lubang galian sedalam 2 meter memang membutuhkan waktu yang lama untu menyelesaikannya.
Menggali lubang sendirian memang memakan banyak tenaga, aku beranjak ke dapur untuk menggoreng daging sisa semalam. 
"Hmm, tinggal hati ya... Yah, mau gimana lagi tadi pagi aku juga kelaparan sih"
Aku mengambil hati itu dari dalam freezer dan merendamnya di air hangat dan kemudian memasaknya.
"Aah, masih kurang kenyang ternyata" pikirku, sambil pergi kekamar pamanku. 
"Kayaknya makan hati lagi aja deh" gumamku setelah beberapa saat berfikir didepan tubuh pamanku yang tertidur. Aku kemudian mengambilnya dari pamanku. Setelah kenyang memakan dua hati, aku kembali ke kamar pamanku, melepaskan ikatan dikaki dan tangan bibiku serta melepaskan kain yang menyumpal mulutnya, sayang sekali bibi tidak akan bangun lagi.
"Makasih udah mau main sama nonek ya bii" aku senang sekali karena bibi adalah teman bermain yang tidak banyak memberontak, bahkan ketika aku mencoba merobek kulit lengannya dengan pisau dapur. Sekarang sudah saatnya meindahkan bibi ke halaman belakang, ditempat tidur yang sudah kusiapkan barusan.
Pukul 11.00 aku baru selesai memindahkan paman dan bibi ke tempat tidur baru mereka di samping kandang ayam.
"Semoga bau mereka tidak tercium" gumamku "aaahh, minggu depan aku harus pindah lagi, mungkin kerumah keluarga ibuku kali ini"
Aku segera mengambil ponsel ibuku yang kusimpan didalam kamar dan menghubungi tante nidya, adik ibuku. Aku juga menggunakan ponsel pamanku untuk menghubunginya agar terdengar lebih meyakinkan.
"Saatnya cari teman bermain baru!!!"
---
Keesokan harinya aku pergi kesekolah seperti biasa, aku dan teman-temanku berkumpul di depan kelas andri seperti biasa, hanya saja pembicaraan mereka lebih serius dari hari-hari sebelumnya. "Mungkin karena habis jenguk siba kemarin,  paling" batinku.
"Eh nek, kamu kan dulu tinggal dikota ya?" tanya siba kepadaku tiba-tiba
"Iya sib, kenapa emang?"
"Kenapa kamu pindah ke desa, orang tuamu kemana?"
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan siba, namun aku mencoba untuk tenang. "Kenapa siba tiba-tiba mengintrogasiku" aku penasaran.
"Aku gak tau sib, mereka menitipkanku pada paman. Katanya mereka ada kerjaan di luar kota" jawabku sekenanya, tak mungkin aku bilang bahwa aku sudah memindahkan mereka ke halaman belakang seperti yang kulakukan pada paman dan bibiku.
"Oh, gapapa nek" jawab siba singkat, namun mereka tetap murung. Kami tak terlalu banyak bicara hari itu dan menurutku itu aneh.
"Apa yang terjadi ketika mereka menjenguk siba kemarin..."
----
Sepulang sekolah aku langsung pulang menuju rumah paman, namun dari kejauhan kulihat ada keramaian yang terjadi dirumah paman, entah mengapa disana sudah ramai orang-orang dan beberapa mobil polisi. Aku hendak berbalik " sebaiknya aku tidak pulang dulu" fikirku, namun tanpa sadar aku menabrak orang yang ada dibelakangku. Orang itu memakai kaos oblong dengan celana sepanjang lutut. Wajahnya terlihat masih muda dengan kumis tipis khas Tukul Arwana dan  rambut panjang yang tipis.
"Dik nonek, bisa ikut dengan saya sebentar" kata orang itu tegas.
"Ah, aku tertangkap" fikirku, tubuh orang itu besar dan dia memiliki lengan yang kekar, tak mungkin aku bisa melumpuhkannya, apalagi aku sedang tak membawa pisau atau benda lain yang bisa kugunakan untuk menyerangnya. Aku hanya menurut ketika orang itu membawaku ke salah satu mobil polisi tanpa sepengetahuan orang-orang yang berkumpul didepan rumah paman.
"Saya mendapat beberapa laporan, bahwa pak junet dan bu lastri jarang terlihat akhir-akhir ini" kata polisi itu membuka pembicaraan "apakah anda tau keman mereka?"
"Aku tidak tau kemana mereka pergi pak" 
"Bukankah anda tinggal bersama mereka?"
"Ya, saya tinggal dengan mereka"
"Lalu kenapa mereka tidak bilang kepada anda jika mereka mau pergi?"
"Entah, mungkin mereka terburu-buru"
"Begitu rupanya, kapan tepatnya mereka pergi?"
"Dua hari yang lalu"
"Mereka tidak menghubungi anda lagi setelah itu?"
"Kurasa tidak" 
"Hmm, baiklah mungkin akan kucoba menghubungi mereka"
Aku sangat terkejut dengan apa yang dikatan polisi ini, "jangan!!!" tanpa sadar aku mengucapkannya ketika dia mengambil handphonenya, dia hanya tersenyum
"Apa? Aku tidak boleh membaca pesan dari atasanku" katanya dengan nada ramah yang dibuat-buat, aku tau itu bukanlah pesan dari atasannya. Orang ini benar-benar licik.
Dia membuka pintu dan hendak keluar ketika dia tiba-tiba berbalik
"Oh, satu pertanyaan lagi dik nonek" dia tersenyum lagi "aku mendapat laporan, bahwa ada seseorang yang melihat anda sedang menggali lubang kemarin petang, apa yang sebenarnya anda kubur?"
Aku terperanjat, kali ini aku sangat yakin aku tak bisa menyembunyikan wajah terkejutku. 
"Aku mengubur kucing dan beberapa bangkai ayam disana pak, ada beberapa ayam yang tiba-tiba mati akhir-akhir ini" aku memang mengubur beberapa bangkai ayam disana untuk berjaga-jaga ada orang yang melihatku menggali pada sore itu. Aku tak seharusnya seterkejut itu.
"Jadi begitu" kata orang itu "sebaiknya anda menunggu saya dimobil saja" katanya lagi sambil tersenyum, kemudian menutup pintu.
Diluar kulihat orang itu berincang-bincang dengan salah seorang polisi.
"Iya itu benar pak, kami menemukan bangkai ayam disana" kata polisi itu
"Hanya itu yang kalian temukan??" 
"Iya, hanya itu pak"
Orang itu terlihat seperti memikirkan sesuatu, hingga kemudian dia tiba-tiba terlihat seperti menemukan jawaban, lalu dia memerintahkan kepada polisi yang bicara kepadanya
"Coba gali lebih dalam, ditempat yang sama!!!"
Polisi itu segera pergi menuju rumah paman, menghilang diantara kerumunan orang-orang. Orang itu melihat kearahku dengan ekspresi wajah aku sudah tahu yang sebenarnya.
"Ah sial" batinku " bukankah kalian sudah menemukan ayamnya, jadi jangan menggali lebih dalam lagi.." aku merasa begitu lemas, jadi kuputuskan untuk tidur.
Ketika aku terbangun orang yang tadi menginterogasiku sudah duduk disampingku lagi, mobil yang kunaiki juga sudah berjalan entah menuju kemana.
"Akhirnya ketahuan juga, pembunuh cilik" kata orang itu
"Aku hanya bermain dengan paman dan bibi" jawabku
"Dasar psikopat, menghilangkan tujuh nyawa orang dan kau bilang itu hanya bermain!!" bentaknya
Aku tak menjawabnya, aku bingung dengan apa yang dikatakan orang ini
"Ada apa dengan ekspresi bingungmu itu??" katanya setelah melihat reaksiku
"Aku hanya bermain dengan paman dan bibi pak" kataku lagi dengan serius, aku juga penasaran siapa pembunuh lima orang yang mayatnya ditemukan didesa akhir-akhir ini.
-TAMAT-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Review] The Black Cat and other stories - Edgar Allan Poe

The Black Cat and Other Stories – Edgar Allan Poe Edgar Allan Poe merupakan soerang penulis berkebangsaan Amerika, dengan prestasinya dalam kisah horor dan kisah detektif membuatnya dijuluki sebagai bapak dari penulis kisah misteri. “Poe bukan sekedar penulis kisah misteri atau suspense. Dialah perintis genre itu” (Stephen King). Ya memang begitu pandangan para penulis dunia bergenre misteri, cerita-cerita horor karangan Edgar Allan Poe memang sangat digemari oleh para pembaca pada masanya, bahkan hingga saat ini para penggemar cerita karangan Poe juga sangat banyak. Jadi untuk para pecinta genre misteri dan fiksi detektif saya kali ini akan merekomendasikan kepada anda sebuah novel yang berisi kisah karangan Edgar Allan Poe yaitu novel “The Black Cat and Other Stories”. Buku ini berisi 13 cerita asli karangan Edgar Allan Poe yang telah diterjemahkan dan dicetak ulang oleh penerbit Noura Books. Sebenarnya daripada disebut novel buku ini lebih cocok jika disebut sebagai kumpu

Buku untuk Dibaca – Erick Namara

Mungkin semua orang sudah mengetahui bahwa fungsi buku bacaan adala untuk dibaca, namun tentunya hal itu akan terdengar agak aneh bila kata-kata “Buku untuk Dibaca” digunakan sebagai judul sebuah buku. Menarik! Itulah hal pertama yang ada dipikran saya ketika saya menemukan buku tersebut di sebuah toko buku, sampul buku berwarna emas semakin membuat saya penasaran buku apa sebenarnya itu. Akhirnya setelah berkeliling mencari novel bergenre misteri dan kisah detektif kesukaan saya, akhirnya saya mengalah dan menuruti rasa penasaran saya dan masuklah buku berjudul “Buku untuk Dibaca” kedalam keranjang belanjaan. Saya sempat “mengabaikan” buku tersebut karena terlalu asyik menikmati kisah-kisah baru dari novel yang saya beli hingga akhirnya saya merasa jenuh (mungkin karena alur dari novel misteri yang menguras tenaga), kemudian barulah “Buku untuk Dibaca” tersebut terlirik oleh pandangan saya. Saya pun mulai mebacanya, buku ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu love, life and hope, dise

Review Journey to The Center of The Earth – Jules Verne

B agaimana jadinya jika jauh di bawah tanah yang kita injak ini ternyata terdapat rongga yang sangat besar, bahkan saking besarnya rongga itu memiliki laut, pulau dan bahkan iklim sendiri! Sebuah teori yang terdengar gila buka? Tapi yang lebih gila lagi adalah kenyataan bahwa teori ini muncul dari seorang penulis yang menerbitkan karyanya pada tahun 1864. Dia adalah Jules Verne, seorang penulis berkebangsaan Perancis yang dikenal sebagai perintis genre Fiksi Ilmiah ( Sci-Fi). Memang kebanyakan karya beliau bertema fiksi ilmiah yang dianggap mendahului masanya. Selain Journey to The Center of The Earth karya-karya terkenal lainnya seperti Twenty Thousand League Under the Sea, Around The World in Eighty Days, dan From The Earth to The Moon juga bergenre fiksi ilmiah. Membayangkan tahun terbitnya karya-karya beliau pada pertengahan tahun 1800an pasti akan membuat kita terheran-heran dengan betapa liarnya imajinasi sang penulis. Lalu bagaimana kisah petualangan ke dalam perut bumi ini? Say